Selasa, 24 Februari 2009

biografi sang penulis terkenal

Biografi Kahlil Gibran (1883-1931)

Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon.
Beshari sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa
serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa
menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak
mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.

Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran
pindah ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil
mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran
lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19.
Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa
akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan
Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama
tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia
belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898
sampai 1901.

Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa
depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik
organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar
sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan
ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.

Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun,
namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah
menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk
mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan
untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.

Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga
1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya,
"Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York,
yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang
meyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima
hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi,
sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan
suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.

Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran
menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah
menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur
15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.

Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan
toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga
meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga
telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang
masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan
keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu
terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya
lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan
berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai
penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil
menjahit di Miss Teahan’s Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran
dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.

Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup
senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell,
seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun
dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di
Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux
Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah
studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga
mengambil alih pembiayaan keluarganya.

Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran
bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan
yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.

Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa
Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang
muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri
sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang
oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.

Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di
sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan
mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang
memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam
perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk
Mary Haskell.

Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada
tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga
terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan
kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi
seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang
tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup.
Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan
dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat
mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk
mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya
dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems".
Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman".
Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty
Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923,
karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai
orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis
dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan
lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.

Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran
mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya
dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan
mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau
hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai
pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun
pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda
dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan
penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk
ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang
dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini
merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya
reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah
Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara
Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya
menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York,
Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son
of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya,
"Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan
"The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer",
yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun
1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the
Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia.
Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama
ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir
itu, dia dibawa ke St. Vincent’s Hospital di Greenwich Village.

Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk
mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang
saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk
melayat Gibran.

Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis,
sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.

Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk
studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang
bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk
membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar